oleh Irwan Nuryana Kurniawan
Komunikasi yang sukses antara orangtua dengan anak akan menjadi sarana yang paling baik di dalam mempercepat penyebaran kebaikan dan menyuburkan kecintaan. Sebaliknya kegagalan komunikasi antara orangtua dengan anak dapat menyebabkan orangtua akan mengalami kesulitan besar dalam menanamkan nilai-nilai mulia pada anak-anaknya dan memburuknya hubungan di antara keduanya.
Komunikasi yang efektif antara orangtua dengan anak-anak menuntut kemampuan orangtua untuk menjadi seorang pendengar yang baik, menjadi ahli dalam memahami apa yang sedang coba disampaikan oleh anak-anak kepada kita, dan menjadi ahli dalam menggunakan kata-kata dan konsep-konsep yang dapat dipahami anak.
Insyaallah kita semua akan sepakat bahwa komunikasi yang kita lakukan mendatangkan kepuasan ketika orang yang yang kita anggap penting dalam kehidupan kita mendengarkan kita dan mencoba untuk memahami apa yang sedang kita sampaikan. Demikian juga anak-anak. Anak-anak juga merasakan yang sama seperti halnya orang dewasa. Banyak orangtua yang beranggapan bahwa berkomunikasi dengan anak-anak intinya adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka atau menjelaskan sesuatu kepada mereka. Padahal, komunikasi melibatkan percakapan dua arah antara kita dan anak–anak: dari orangtua kepada anak dan dari anak kepada orangtua.
Meskipun demikian, bukan berarti percakapan satu arah pasti menunjukkan kegagalan komunikasi antara orangtua dengan anak-anak. Komunikasi satu arah : saya mendengarkan anak-anak saya berbicara, mencoba untuk memahami apa yang sedang mereka katakan dan rasakan, juga sama pentingnya dengan keahlian kita dalam menyampaikan dengan jelas informasi yang kita maksudkan. Dengan melakukan demikian, maka insyaallah kita akan mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih akurat tentang bagaimana perasaan mereka atau hal-hal penting apa yang coba mereka sampaikan.
Berlatih mendengarkan anak-anak kita berbicara dapat kita mulai dengan mencoba membiasan diri untuk tidak memulai pembicaraan ketika bertemu dengan anak-anak. Kita bisa memilih satu atau dua situasi dalam seminggu di mana kita tidak memulai sebuah percakapan, misalnya saat kita sedang menjemput anak-anak dari sekolah atau ketika kita sedang mengerjakan tugas tertentu. Usahakan tidak menggunakan kedua situasi ini untuk menyampaikan pesan kepada mereka atau mungkin malah menginterogasi anak-anak terus menerus tentang kegiatan-kegiatan mereka di minggu yang akan datang. Tetap tenang dan tunggu sampai anak mereka berbicara.
Pada awalnya kita mungkin akan mengalami kesulitan untuk melakukan hal tersebut, sebagaimana kebanyakan orangtua lainnya. Kesulitan tersebut dapat dipahami karena kebanyakan kita sudah terbiasa ketika menjemput anak-anak di sekolah atau tempat penitipan anak, kita segera menanyai mereka apa mereka kerjakan seharian. Daripada melakukan demikian, setelah kita menyapa mereka dengan, ”Assalamu’alaikum sayang, senang rasanya ayah bisa menjemput Hasany dan Rasikh sore ini,” berusahalah untuk tetap tenang sampai mereka memiliki sesuatu untuk dikatakan. Dengan cara seperti ini, jika mereka memiliki sesuatu yang ingin dibicarakan, mereka punya kesempatan untuk mengungkapkannya secara leluasa.
Tetapi jangan terkejut, meskipun mereka punya kesempatan dan mereka memiliki sesuatu yang ingin disampaikan, sangat mungkin juga mereka tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bisa jadi jika mereka lelah setelah seharian melakukan berbagai kegiatan di sekolah, mereka mungkin tidak ingin berkata apa-apa. Dalam situasi seperti ini, kita berusaha untuk tetap tenang. Kita mungkin akan memiliki beberapa kali perjalanan pulang ke rumah yang sunyi dari penitipan anak atau sekolah sebelum mereka akhirnya percaya bahwa kita ada untuk mendengarkan mereka, bukan untuk mendominasi waktu dengan pertanyaan-pertanyaan kita
Insyaallah seiring dengan berjalannya waktu, mereka akan sampai pada kesimpulan bahwa waktu-waktu sunyi dari sekolah ke rumah tersebut kita siap untuk mendengarkan komentar-komentar dan keprihatinan-keprihatinan mereka. Mereka mungkin mulai untuk membicarakan tentang masalah-masalah penting bagi mereka—mereka menganggap itu penting. Sangat mungkin terjadi kita akan menilai banyak sekali percakapan-percakapan mereka dengan kita menyangkut segala sesuatu yang tidak penting. Terlalu sering para orangtua ingin membicarakan apa yang mereka pikir penting, tidak peduli dengan apa yang ingin anak-anak mereka bicarakan. Tidaklah mengherankan ketika kemudian para orangtua merasa heran kenapa anak-anak mereka tidak suka berbicara dengan mereka. Mereka malas berbicara dengan kita
Kuncinya adalah mendengarkan, bukan mengevaluasi. Mengevaluasi membuat anak-anak kita semakin malas untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ada dalam benak mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar